P. Bernard Beru SVD: Memilih Jalan Unik

Pater Bernard Beru SVD di antara keluarga Pak Tarsis Tukang (Foto: Facebook.Com/Putra.Romansa.Lomblen)

Kematian adalah kepastian. Cepat atau lambat, setiap orang akan mengalami kematian. Kedigdayaan seorang manusia bersifat sementara. Apabila gong kematian berbunyi, siapa manusia mampu membendung?

Cerita kematian adalah kotbah terakhir Pater Bernad yang saya dengar pada misa syukuran pemberkatan rumah baru dan penyembuhan sebuah keluarga di KUB St. Theresa Kalkuta Liliba. Pater Bernard mengungkapkan kisah pribadi kehidupan keluarga yang mana satu per satu saudaranya meninggal dan meninggalkan seorang ibu yang semakin rentah. Satu per satu meninggal saat sang ibu yang secara fisik terus menurun memerlukan pertolongan mereka.

Satu keyakinan yang selalu ditegaskannya, manusia harus siap menerima kenyataan bahwa kita semua akan mati. Karena itu, kita harus waspada. Berjaga-jaga. Bila tiba waktunya, kita sudah dalam keadaan siap. Siap dan layak masuk kemah Allah.  Ia menegaskan jika dirinya dipanggil Tuhan, ia sudah siap.

Sharing Pater Bernard inilah yang saya ingat lagi pada saat kepergiannya, Jumat (23/12/2016) di Surabaya. Meskipun ia mengalami gangguan kesehatan, tekad dan semangat pelayananannya tidak pernah pudar. Meskipun kondisi tubuhnya mulai menurun, ia tetap melayani umat yang memang membutuhkan pelayanannya.

Keyakinan Pater Bernard akan kematian dan kebangkitan sesudah kematian tersebut menguatkan langkahnya pengabdiannya sebagai seorang imam. Ia tidak pernah berbicara kematian dengan wajah suram. Ia mengungkapkan kematian dengan penuh energik dan suka cita. Ia percaya kematian bukanlah kebinasaan. Kematian adalah awal dari kehidupan baru. Kehidupan di planet yang lain. Planet yang disebut dengan surga tersebut.

Menapaki jalan Pater Bernad, setiap orang memiliki kisah masing-masing. Saya pun demikian. Ketika saya menjadi dosen di Unwira, sosok Pater Bernard sangat dikenal di kalangan civitas akademika. Dikenal dengan kotbah-kotbah pedas. Meskipun kotbahnya pedas, ia selalu dirindukan.

Saya memang kenal tetapi tidak sedekat satu atau dua orang imam SVD. Saya tidak pula sok kenal, sok dekat. Saya malah mengenalnya dari orang yang berinteraksi atau mendapat pelayanan darinya.

Pater Bernard memilih jalan unik. Di luar tradisi dan spiritualitas SVD. Menjadi ‘pengkotbah’ daripada dosen atau pelayan di kampus ministry. Aktivitasnya di luar kian padat. Ia melayani dari satu komunitas ke komunitas yang lain. Dari satu gereja ke gereja yang lain – gereja katolik maupun Kristen Protestan. Dari satu instansi ke instansi yang lain. Karena kemampuan kotbah menyegarkan dan menyentil realitas sosial yang perlu disadarkan. Straight to point. Lugas. Tajam. Menohok.

Mungkin jalan yang ditempuh Pater Bernad ini menimbulkan silang pendapat di kalangan para klerus dan otoritas gereja lokal. Pater Bernad tetap meniti jalan tidak lazim ini.  

Jalan yang dipilihnya bukanlah jalan untuk mencari popularitas. Bukan pula untuk memupuk kekayaan. Semata-mata, ia lakukan ‘berkotbah’ untuk mewartakan Kabar Gembira.  Ia meyakini jalan ini adalah karunia Tuhan sendiri. Ia piawai berkotbah. Tanpa teks. Mengalir, gurih, pedas, dan berbagai rasa “nano-nano” menjadi satu.

Kini ia telah tiada. Ia meninggalkan banyak kesan dan kenangan. Termozaik pada memori dan hati setiap pribadi yang pernah mengalami kasih dan pelayanannya. Kepergiannya menghentak orang-orang yang mengenalnya kala mereka menyongsong Natal 2016. 
Kita percaya, kematian Pater Bernard adalah kelahiran baginya menuju kehidupan baru.
Selamat jalan Pater. Rayakan Natal Sang Juru Selamat dan kelahiranmu menjadi manusia baru di rumah keabadian. ***




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "P. Bernard Beru SVD: Memilih Jalan Unik"

Post a Comment